Posts

People. Money. Jobs. Social Standards. Quarter Life Crisis Series II

Di umur-umur segini, kamu akan menemukan semakin banyak jenis manusia.  Well , lebih tepatnya mereka sudah ada sebelumnya, hanya saja kamu belum menyadarinya. Aku sendiri punya teman yang setiap hari isi  Instagram Stories -nya dipenuhi dengan motivasi untuk mencari uang, mengajarkan ke khalayak ramai mengenai saham dan menampar umat netizen yang belum sukses di umur yang menurut  standard -nya harus sudah sukses. Pertanyaannya, definisi sukses bagi kamu itu apa?   Aku pribadi kalau ditanya, aku suka uang. Ga bohong. Aku suka belanja. Tapi kalau aku disuruh menukar uang dengan ketenangan hidup, aku tidak mau.    Aku merasa orang-orang yang meyanggupi itu memiliki alasan antaranya menjadi tulang punggung keluarga atau mereka yang belum pernah merasakan hampa.   Speaking of  tulang punggung keluarga, kalian pernah ga sih dengar kata-kata orang tua yang bilang “Ayah dan Ibu ini cari uang susah payah demi kalian, harusnya kalian mengikuti apa yang kami mau.” Aku pribadi tidak setuju dengan

Quarter Life Crisis I: Happiness, University Life, Senior High School Sucks

Hi kamu !   Iya, kamu yang lagi baca tulisan ini. Entah karena mencari atau kebetulan.  Welcome.   Menginjak usia berapa tahun ini? Kalau aku sudah mau ke seperempat abad atau yang bahasa gaulnya  quarter life. Yes, you guessed it right. It ends with crisis.   Mungkin anak-anak remaja yang pengen cepet-cepet dewasa itu pada ga sadar kalau ada paket tanggung jawab yang mengikuti ketika kita  sign up to adulthood life.   My mom once said that one of my happiest times was during my university life. Yes, I have a bachelor degree.  Kalau mau flashback ke belakang, it was truly a fun yet challenging time for me. I am blessed terlahir di keluarga ya cukup. Kuliah dibiayai orangtua, dikasih uang jajan yang cukup, ga perlu harus  part time atau hidup terlalu hemat.  But above all , kuliah adalah waktu dimana aku mulai buat lebih aktif dalam berorganisasi dan membuka diri ke tantangan yang baru.  Sadly, masa SMA-ku cuma diisi dengan  one toxic relationship yang memakan waktu 2 tahun lamanya dan