People. Money. Jobs. Social Standards. Quarter Life Crisis Series II

Di umur-umur segini, kamu akan menemukan semakin banyak jenis manusia. Well, lebih tepatnya mereka sudah ada sebelumnya, hanya saja kamu belum menyadarinya. Aku sendiri punya teman yang setiap hari isi Instagram Stories-nya dipenuhi dengan motivasi untuk mencari uang, mengajarkan ke khalayak ramai mengenai saham dan menampar umat netizen yang belum sukses di umur yang menurut standard-nya harus sudah sukses. Pertanyaannya, definisi sukses bagi kamu itu apa?

 

Aku pribadi kalau ditanya, aku suka uang. Ga bohong. Aku suka belanja. Tapi kalau aku disuruh menukar uang dengan ketenangan hidup, aku tidak mau. 

 

Aku merasa orang-orang yang meyanggupi itu memiliki alasan antaranya menjadi tulang punggung keluarga atau mereka yang belum pernah merasakan hampa.

 

Speaking of tulang punggung keluarga, kalian pernah ga sih dengar kata-kata orang tua yang bilang “Ayah dan Ibu ini cari uang susah payah demi kalian, harusnya kalian mengikuti apa yang kami mau.” Aku pribadi tidak setuju dengan konsep itu. Sebagai anak, prinsip yang aku pegang adalah orangtua itu perpanjangan dari Tuhan, mereka tidak memiliki kita, mereka diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk membesarkan umat titipan-Nya. 

 

Itulah alasan aku tidak mau menikah terburu-buru. Selain karena jodohnya belum nampak (kadang aku curiga, jodohku lebih muda dariku, jangan-jangan dia masih masa puber lagi, waduh!), juga karena aku belum siap dengan amanah sebesar itu dari Tuhan. Terkadang manusia dengan ego-nya ada rasa ingin memiliki dan mengontrol. Itulah kenapa, pepatah yang terkenal berkata, kalau kamu mencintai sesuatu, set it free. Aku sendiri percaya dengan rejeki. Apa yang memang sudah diatur menjadi milikmu, akan tetap menjadi milikmu, seberapa-pun keras orang lain berusaha merebutnya.

 

StigmaSocial Standards. Orang banyak yang hidup dengan itu. Semakin aku bertumbuh dewasa, semakin banyak aku menemukan orang yang ternyata ingin memiliki hidup tidak sesuai dengan apa yang lingkungan diktekan sebagai yang terbaik. Tidak semua orang ingin terkenal, banyak yang menyukai hidup pribadinya tidak terakses oleh siapapun. Tidak semua orang berlomba menjadi kaya, banyak faktor yang membuat mereka ‘nyaman’ dengan status ekonomi yang ada. Tidak semua orang ingin punya kekuasaan, ada banyak orang yang mendapatkan kebahagiaan justru dengan ‘merendahkan’ dirinya dan melayani orang lain.

 

Sewaktu masa kuliah, seberat apapun hari yang aku lalui, aku selalu semangat untuk bangun. Untuk bertemu teman-temanku di kelas, untuk belajar hal baru, untuk berkarya, untuk makan di kampus bahkan. Setelah itu semua pergi dari hidupku, rasanya aku tidak bisa setiap hari bangun dengan perasaan semangat dan bahagia. Seakan tidak ada tujuan pasti.

Comments